Lingkungan rumah yang lembap dan kurang sirkulasi udara dapat menjadi sumber berbagai penyakit yang mengintai tanpa disadari.
Udara yang tidak bergerak di dalam ruangan tertutup bisa memicu pertumbuhan jamur dan bakteri berbahaya bagi kesehatan penghuni rumah.
Kondisi ini kerap terjadi di kawasan tropis dengan curah hujan tinggi dan kelembapan udara yang terus-menerus meningkat.
Fenomena rumah yang tertutup rapat tanpa ventilasi memadai saat ini makin sering dijumpai di kawasan perkotaan.
Gaya hidup modern yang mengandalkan penggunaan pendingin ruangan serta kecenderungan menutup semua akses udara demi keamanan justru menciptakan lingkungan pengap dan lembap.
Menurut pafikotaacehtengah.org, kelembapan tinggi ini menjadi pemicu utama munculnya jamur di berbagai sudut rumah, mulai dari dinding, langit-langit, hingga furnitur berbahan kayu.
Jamur yang berkembang dalam kondisi tersebut bukan hanya mengganggu estetika, tetapi juga berpotensi besar menimbulkan penyakit.
Via pafiprovinsibali.org disebutkan jika salah satu gangguan kesehatan yang paling umum terjadi akibat lingkungan lembap adalah infeksi saluran pernapasan atas.
Gejala seperti batuk kering, pilek berkepanjangan, dan sesak napas sering dialami oleh penghuni rumah yang setiap hari terpapar udara pengap penuh spora jamur.
Kondisi ini diperparah jika terdapat anggota keluarga dengan riwayat asma atau alergi, karena jamur dapat memicu kambuhnya gejala dengan cepat.
Pakar kesehatan lingkungan menyebutkan bahwa spora jamur yang melayang di udara bisa masuk ke tubuh melalui hidung dan mulut, lalu mengendap di paru-paru.
Dalam jangka panjang, paparan ini dapat menyebabkan bronkitis kronis bahkan pneumonia jika tidak ditangani dengan baik.
Tidak hanya menyerang sistem pernapasan, lingkungan lembap juga menjadi pemicu utama tumbuhnya tungau debu dan bakteri penyebab iritasi kulit.
Beberapa penghuni rumah yang tinggal di lingkungan seperti ini mengeluhkan seringnya mengalami ruam, gatal-gatal, hingga infeksi kulit ringan yang terus berulang.
Penting untuk dicatat bahwa jamur dalam rumah tidak selalu terlihat secara kasat mata.
Beberapa jenis jamur berkembang di balik tembok atau lantai, sehingga sulit dideteksi sebelum menimbulkan bau apek atau gejala fisik pada penghuni.
Kondisi ini menyebabkan banyak keluarga mengabaikan sumber penyakit yang sesungguhnya ada di dalam rumah mereka sendiri.
Selain itu, udara lembap juga berdampak pada kesehatan mental secara tidak langsung.
Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan dengan pencahayaan minim dan sirkulasi buruk dapat memicu perasaan stres, cemas, bahkan depresi ringan.
Udara yang tidak segar memberi kesan sempit dan menekan, yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas tidur dan konsentrasi seseorang.
Dari sisi kebersihan, ruangan lembap menjadi magnet bagi serangga seperti kecoa dan nyamuk yang membawa risiko penyakit menular lain.
Kehadiran hewan-hewan ini menandakan kualitas udara yang buruk dan sistem drainase yang tidak optimal di sekitar rumah.
Untuk mencegah risiko kesehatan ini, para ahli menyarankan agar setiap rumah memiliki ventilasi silang yang memungkinkan aliran udara masuk dan keluar secara alami.
Penggunaan exhaust fan atau membuka jendela secara berkala bisa membantu menurunkan tingkat kelembapan di dalam ruangan.
Selain itu, penggunaan dehumidifier di daerah yang curah hujannya tinggi atau rumah yang jarang terkena sinar matahari juga dapat mengurangi pertumbuhan jamur.
Mengecek secara berkala titik-titik rawan lembap seperti kamar mandi, bawah wastafel, dan area penyimpanan sangat dianjurkan untuk mencegah pertumbuhan jamur tersembunyi.
Jika jamur sudah telanjur tumbuh, segera lakukan pembersihan dengan cairan antijamur dan gunakan masker saat membersihkannya agar spora tidak terhirup.
Dalam jangka panjang, menjaga kelembapan udara di bawah 60 persen merupakan langkah ideal untuk menciptakan rumah yang sehat dan aman.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya sirkulasi udara dan pencahayaan alami menjadi kunci utama dalam menciptakan hunian yang sehat.
Rumah yang terlihat bersih belum tentu bebas dari ancaman jamur jika udara di dalamnya tidak pernah berganti secara alami.
Dengan perhatian lebih terhadap aspek lingkungan rumah, masyarakat bisa menghindari berbagai risiko kesehatan yang timbul dari udara lembap dan tertutup.
Penting untuk memahami bahwa rumah bukan sekadar tempat berlindung, tetapi juga ekosistem yang harus dikelola dengan cermat agar tetap mendukung kualitas hidup penghuninya.***