Polusi cahaya di kawasan industri terbukti berkorelasi erat dengan meningkatnya gangguan tidur kronis pada masyarakat sekitar.
Fenomena ini semakin sering dikeluhkan warga yang tinggal di sekitar area industri besar, khususnya yang beroperasi 24 jam.
Cahaya buatan berlebihan dari pabrik, lampu jalan, dan papan reklame digital menciptakan lingkungan malam yang terang benderang tanpa jeda.
Kondisi tersebut menurut pafisindenreng.org mengganggu ritme sirkadian alami tubuh, menyebabkan insomnia hingga masalah kesehatan jangka panjang.
Hasil pengamatan lapangan di sejumlah kawasan industri di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan keluhan tidur di kalangan warga sekitar.
Beberapa kawasan industri di Jawa Barat dan Banten menjadi contoh nyata dari situasi ini, di mana lampu sorot pabrik dan kendaraan operasional terus menyala hingga larut malam bahkan dini hari.
Paparan cahaya intens ini tidak hanya berdampak pada kenyamanan visual, tetapi juga memengaruhi produksi hormon melatonin yang berperan penting dalam siklus tidur.
Dilansir pafitenggara.org, melatonin secara alami diproduksi saat gelap, namun ketika tubuh terus-menerus menerima cahaya buatan, produksi hormon ini menurun drastis.
Dampaknya, warga mengalami kesulitan tidur, terbangun di malam hari, dan merasa lelah sepanjang hari meski sudah beristirahat cukup lama.
Dalam jangka panjang, gangguan tidur kronis ini berpotensi meningkatkan risiko penyakit jantung, tekanan darah tinggi, diabetes, hingga depresi.
Salah satu warga di sekitar kawasan industri Karawang, Jawa Barat, mengaku mengalami gangguan tidur sejak tiga tahun terakhir.
Meski telah mencoba berbagai metode relaksasi dan mengurangi konsumsi kafein, dirinya tetap sulit tidur akibat pencahayaan yang masuk ke dalam rumah dari area pabrik yang tak pernah padam.
Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga menjadi perhatian global, terutama di negara-negara dengan pertumbuhan kawasan industri pesat.
Studi dari jurnal Environmental Health Perspectives menyebutkan bahwa polusi cahaya dapat dianggap sebagai polutan lingkungan yang memiliki dampak setara dengan polusi udara dan suara.
Namun, kesadaran masyarakat dan pemerintah terhadap bahaya polusi cahaya masih tergolong rendah dibanding jenis polusi lainnya.
Di Indonesia, belum ada regulasi yang secara khusus mengatur intensitas dan arah penyebaran cahaya dari industri terhadap pemukiman warga.
Kondisi ini membuat banyak kawasan industri menggunakan pencahayaan berlebihan tanpa mempertimbangkan dampak ekologis dan kesehatan.
Pengamatan visual dari jalan raya menunjukkan bahwa banyak lampu sorot industri diarahkan ke segala penjuru tanpa pelindung cahaya, menciptakan "langit malam terang" yang merusak ekosistem alami.
Hewan malam pun ikut terdampak, terutama burung dan serangga yang pola migrasi dan aktivitasnya terganggu akibat pencahayaan buatan ini.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memang telah menyusun beberapa kebijakan terkait pencemaran lingkungan, namun polusi cahaya belum menjadi isu utama dalam prioritas penanganan.
Padahal, data dari sejumlah lembaga kesehatan menunjukkan peningkatan kasus gangguan tidur di wilayah industri lebih tinggi dibanding wilayah perdesaan yang cenderung gelap pada malam hari.
Para ahli menyarankan sejumlah langkah mitigasi seperti penggunaan lampu hemat energi dengan suhu cahaya hangat, pemasangan tudung lampu untuk mengarahkan cahaya ke bawah, dan pengaturan waktu operasional lampu.
Selain itu, penting pula dilakukan zonasi cahaya dengan menetapkan area bebas cahaya tinggi di sekitar pemukiman agar masyarakat tetap bisa menikmati malam yang tenang.
Kesadaran dari pengelola kawasan industri juga menjadi kunci, termasuk evaluasi terhadap pencahayaan luar ruangan dan komitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang ramah terhadap komunitas sekitarnya.
Beberapa perusahaan multinasional mulai menerapkan konsep "dark sky friendly" sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan mereka.
Konsep ini mengatur agar cahaya industri hanya menerangi area yang dibutuhkan tanpa menyebar secara horizontal atau ke atas.
Dengan begitu, cahaya tetap berfungsi secara efisien tanpa mengganggu kehidupan malam masyarakat maupun satwa liar.
Kesadaran semacam ini masih jarang diterapkan di Indonesia, namun jika didorong dengan baik, bisa menjadi solusi jangka panjang yang berkelanjutan.
Keterlibatan akademisi, aktivis lingkungan, dan warga terdampak sangat penting untuk mendesak kebijakan yang berpihak pada kesehatan masyarakat.
Tanpa intervensi nyata, gangguan tidur akibat polusi cahaya akan terus menjadi masalah tersembunyi yang merusak kualitas hidup secara perlahan.
Langkah pertama bisa dimulai dengan pendataan intensitas cahaya di kawasan industri dan sekitarnya, serta melibatkan warga dalam pelaporan gangguan pencahayaan.
Pemerintah daerah juga diharapkan aktif menyusun aturan teknis tentang tata kelola cahaya luar ruangan, seperti standar pencahayaan dan waktu operasional.
Jika dibiarkan tanpa regulasi, polusi cahaya bukan hanya mengganggu tidur, tetapi juga menghapuskan makna malam sebagai waktu istirahat dan pemulihan tubuh manusia.
Melalui sinergi antara regulasi, kesadaran industri, dan partisipasi warga, polusi cahaya dapat ditekan, dan kualitas tidur masyarakat di sekitar kawasan industri bisa kembali pulih.***